Cari Alternatif Sekolah untuk Anak Anda? Coba Aja Sekolah Alam!

0 279

Saya usul kepada para orang tua yang “melirik” sekolah alam atau sekolah alternatif sejenisnya, tetapi masih mempertanyakan “legal” dan “tidak legal”, masih mempertanyakan bisa meraih “nilai akademis”, masih mempertanyakan fasilitas dan hal-hal non teknis lain seperti jalan masuk, bangunan, dll., masih mempertanyakan “kurikulum diknas”, masih berniat memasukkan anaknya ke SMP negeri, masih beranggapan sekolah alam semacam penitipan anak-anak “liarrr”, masih menganggap sekolah alam adalah sekolah unggul dstnya…. agar segera melupakan sekolah seperti ini, krn akan justru mengganggu “kebahagiaan” anak-anaknya kelak. Dan jangan teruskan membaca tulisan ini.

Tetapi bagi mereka yang merindukan “sekolah alternatif” dengan segala ekperimen dan inovasi tentang implementasi sekolah yang membebaskan dan membahagiakan, bagi mereka yang curious dengan perkembangan potensi bakat anak plus akhlak / karakter ketimbang akademis, bagi mereka yang berfikir… “lebih baik mencoba sesuatu yg belum tentu gagal, daripada melanjutkan sesuatu yang sdh pasti gagal” , maka sekolah alam atau berbasis berbasis potensi bersama komunitas bisa menjadi pilihan yang tiada lagi pilihan lain.

Anak-anak belajar dan bermain di Sekolah Alam
Anak-anak belajar dan bermain di Sekolah Alam

Anak-anak SD Sekolah Alam sering keok kalau lomba cepat tepat, tetapi sangat hebat kalau lomba merancang dan mendesain serta mengimplementasikan proyek bersama. Anak Sekolah Alam tidak perlu belajar serius tentang akademik, karena yang dibutuhkan dan diajarkan di sekolah ini adalah tentang curiosity, tradisi belajar sehingga tanpa sadar membawanya pada fast learning.

Anak saya misalnya bisa masuk SMP Negeri favorit dengan rangking atas, cukup di “drill” 2 bulan saja. Anak Sekolah Alam memiliki kemampuan memimpin, keberanian berekspresi melebihi anak-anak lain, walaupun sering bengong karena tidak mengenal nama “artis pop” beserta lagunya.

Sebelum belajar mereka membaca ma’tsurat dan menghafal Qur’an, setelah itu belajar dan bermain dengan kambing, mencari harta karun barang bekas, memanjat atap sekolah, memancing ikan, mengerjakan tugas di pinggir danau, berselancar di internet dan perpustakaan.

Mereka tidak pakai buku tulis dan tidak punya buku cetak, yang ada adalah kertas setengah pakai dan perpustakaan serta diskusi yang mengasikkan. Kelas mereka sama sederhananya dengan “kandang kambing”, itu menurut anak teman saya yang menolak sekolah di Sekolah Alam karena terbiasa di sekolah Islam yang elitis dan mewah.

sekolah alam indonesia
Alternatif pendidikan anak-anak, Sekolah Alam

Tas mereka besar-besar, isinya bukan buku, tetapi baju ayah untuk berkebun, jas hujan, termos minuman, baju salin dan sepatu boots. Liburan mereka tidak naik bis mewah dan menginap di penginapan hangat, liburan mereka adalah ekspedisi ke daerah konservasi, mencari jejak badak, berkano di sungai kecil menyusuri hutan sepi dan rindang, naik kapal kayu menyeberang selat, tidur di tenda, berbasah-basah dan ditempeli lintah.

Ini sekedar berbagi pengalaman. Anak-anak itu bahagia. Mungkin orangtuanya yang malah “miris” . Dari sinilah, insya Allah lahir pemimpin yang tidak elitis, yang sejak kecil terbiasa menghargai alam, menghargai sekolahnya bukan karena kemewahan gedungnya dan licinnya seragam, tetapi pesona kebersamaan dan pesona miniatur kehidupannya.

Memuliakan teman-teman sesama karena kebaikan akhlaknya bukan karena rangkingnya. Mereka terbiasa mencintai sekolahnya, bahkan sampai hari ini, anak saya sudah SMA, bersama teman-temannya sering mengenang masa-masa indah di Sekolah Alam yang membuat mereka “benar-benar diterima” sebagai manusia seutuhnya.

Nah, jika anda nekat memaksa anak anda masuk Sekolah Alam atau sekolah semisal ini, tanpa mau merubah paradigma tentang sekolah, maka anda bisa jadi akan menghalangi dan merusak kebahagiaanya kelak.

Sumber Tulisan:

Ustadz Harry Santosa (pendiri Millenial Learning Centre)

Referensi: www.sekolahalamindonesia.org

Loading...
Tinggalkan komentar