Ubah Zona Nyamanmu ‘tuk Jadi Mahasiswa Sukses!

0 194

Saya merupakan mahasiswa salah satu fakultas dengan sistem blok yang dituntut untuk menyelesaikan 165 SKS dalam 3,5 tahun, sehingga rata-rata harus mengambil 23,5 SKS per semester. Hal tersebut tidak membuat saya menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang kuliah pulang). Saya memutuskan untuk menjalani masa 3,5 tahun kuliah tersebut dengan sedikit melakukan lebih diluar kuliah, membuat list hal-hal yang akan saya lakukan sebelum lulus.

Setelah tiga setengah tahun mengusahakan, Alhamdulillah atas izin-Nya saya bisa mencoret checklist yang saya targetkan. Saya lulus 3,5 tahun setelah menyelesaikan 168 SKS dengan nilai sesuai yang saya targetkan, mengikuti program pembinaan di salah satu asrama mahasiswa selama 2 tahun yang berisi program pembinaan kepemimpinan, spiritual (tahsin, tahfidz, kajian Islam, dll) hingga taekwondo, mengikuti berbagai pelatihan kepemimpinan, mengikuti berbagai lomba, beberapa diantaranya memperoleh penghargaan pada tingkat nasional, menulis di media masa nasional, mengikuti student exchange, melakukan beberapa penelitian beberapa diantaranya dipresentasikan dan dilombakan, mengikuti beberapa International Conference, mengikuti organisasi di dalam dan diluar kampus, menginisiasi pendirian komunitas mahasiswa, menjadi panitia berbagai event, serta tak lupa jalan-jalan sambil nongkrong untuk membangun network dan memiliki banyak teman, misalnya di Forum Indonesia Muda (FIM).

mahasiswa sukses
Mahasiswa sukses, mengubah cara pandang tentang comfort zone

Pada awalnya terasa berat. Namun semua itu justru menyenangkan ketika kita mampu mengubah seluruh tantangan diluar zona nyaman dan memberikan label baru sebagai my (extended) comfort zone. Bahwa zona nyaman setiap mahasiswa bisa jadi adalah senantiasa bergerak untuk mengembangkan diri dan menciptakan perubahan bagi lingkungannya. Sehingga tujuan saya menulis yang kali ini, adalah mengajak semua pembaca to create their own (extended) comfort zone. Karena melakukan tantangan bukan berarti keluar dari zona nyaman, melainkan memiliki zona nyaman baru yang lebih luas yang membuat kita mampu tumbuh dan berkembang dengan lebih cepat.

Bagaimana caranya? Dimulai dengan:

(1) Keberanian mengambil Resiko

High risk, high return! Untuk melakukan kegiatan diluar kuliah yang padat, harus mengambil resiko, mulai dari resiko jam tidur yang berkurang, resiko sangat lelah karena full seharian beraktivitas terkadang hingga larut malam, resiko mengejar tugas dan belajar yang harus lebih keras dari teman-teman hingga resiko akademik. Salah satu resiko yang paling saya rasakan adalah waktu belajar yang sangat berkurang karena banyaknya aktivitas yang saya lakukan sehingga membuat nilai akademik saya tidak sebaik teman-teman saya yang fokus di akademik. Nilai tidak keluar/nilai K (kurang) atau dibawah standar kelulusan (nilai D) pernah saya dapatkan. Namun kegiatan non-akademik bukan berarti excuse untuk nilai saya boleh jelek, saya kejar dengan seluruh usaha, hingga akhirnya saya bisa lulus cumlaude.

Saya percaya bahwa dengan memiliki berbagai kegiatan, saya justru belajar banyak hal yang tidak akan saya dapatkan dari lecture atau praktikum. Terkadang saya merasa begitu lelah dengan padatnya agenda saya setiap hari, namun disitulah titik dimana saya meyakinkan diri dan berdoa bahwa semua yang saya lakukan semoga bernilai ibadah dan akan saya rasakan hasilnya pada masa yang akan datang. Salah satu kata motivasi yang sangat saya sukai adalah: teruslah berlelah-lelah, istirahatnya nanti di surga Allah. Motivasi baik yang kuat akan membuat kita mampu bertahan dalam kelalahan, sehingga kita akan menikmati setiap lelah.

(2) Mahasiswa Cerdas Menentukan Prioritas

Buatlah prioritas tentang kegiatan-kegiatan mahasiswa yang kita pilih agar jadwal kita bukan hanya asal padat, jadwal yang padat itu harus dipastikan diisi oleh padatnya aktivitas yang berkontribusi dan membawa kita semakin dekat dengan impian-impian kita. Saya sempat melakukan kesalahan dimana pada awal mengikuti berbagai kegiatan, saya asal ikut ini itu, hingga saya jatuh sakit karena hal tersebut. Sehingga saya belajar bahwa saya harus mensortir kegiatan mahasiswa mana yang akan saya lanjutkan, dan kegiatan mana yang tidak akan saya ambil. Salah satu keputusan berat yang pernah saya buat adalah mengundurkan diri di tahap akhir seleksi pemilihan asisten praktikum di kampus karena kegiatan saya yang sudah padat. Kegagalan dalam menentukan prioritas akan membuat kita lelah dan tidak merasakannya sebagai sesuatu yang kita nikmati sebagai zona nyaman kita.

Happiness is growing! Kebahagiaan adalah ketika kita tumbuh!

(3) Rasakan Akselerasinya

Yaitu dengan melihat bahwa kita sama-sama memiliki waktu 24 jam dalam sehari, sama-sama telah melewati semester demi semester, dan akan diwisuda dengan ijazah yang sama. Namun apa yang membuat kita berbeda adalah apa yang telah kita pelajari diluar kuliah untuk mendapatkan wisuda sehingga kita menjadi sosok yang jauh lebih baik dari saat pertama kali kita masuk kuliah. Yang membuat kita berbeda adalah apa yang sudah kita kontribusikan untuk lingkungan kita, membuat organisasi mahasiswa yang dulu kita bangun bersama-sama saat ini terus tumbuh menjadi lebih besar, melihat komunitas mahasiswa yang kita inisiasi saat ini sudah memiliki kepengurusan yang lebih baik. Yang membuat kita berbeda sebagai mahasiswa adalah keberanian yang kita ambil untuk mengurangi jam tidur sehingga ada beberapa piala dan tabungan hasil wirausaha yang bisa kita berikan untuk orang tua kita.

Teruslah berkarya!

Sumber Tulisan:

Profil Ruli Aulia, FK UGM
Forum Indonesia Muda Angkatan 17

Loading...
Tinggalkan komentar