Ummi, Apakah Aku Harus Menikah dengan Wanita Cantik?

0 239

Pendewasaan anak pada masa kini tentu berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Berbagai tontonan di media memberikan pengaruh besar terhadap kedewasaan seorang anak yang cenderung akan lebih cepat. Salah satu hal yang sering menjadi pertanyaan anak, adalah bab menikah.

Mendidik anak secara Islami tentu sangat didambakan oleh semua keluarga muslim. Seperti dengan menceritakan kisah Rasulullah SAW, merupakan salah satu cara untuk meneladani akhlak Rasulullah agar bisa dicontoh oleh anak-anak. Seperti kisah parenting Islami berikut ini. Layak untuk dihayati bagi Anda yang sudah menjadi orang tua.

Saat membacakan kisah tentang perjalanan hidup bunda Khadijah R.a, Shiddiq (6 tahun) memotong cerita saya sampai pada bab pernikahan baliau dengan Rasulullah SAW.

Ummi_anak
Sumber Gambar: www.hamarilook.com

Shiddiq : Ummi, Do we have to marry with pretty girl?

Saya pun tersenyum tenang.
Ummi: Kata Rasulullah SAW wanita itu dinikahi karena 4 hal yang pertama kecantikannya, keturunannya, kekayaannya dan yang terakhir karena agamanya”
Shiddiq :”ooooooooooow cooooooool”
Ekspresinya kemudian mendadak berbinar kala saya menyebut karena agamanya.
Ummi: Menurut Shiddiq mana yang paling baik?”
Shiddqi: “Karena agamanya!!!!”
Ummi: “Rasullullah berkata yang paling utama itu karena agamanya. Shiddiq mau gak punya istri cantik tapi kerjaannya marah-maraaaaaah terus?”
Shiddiq: “No..no…
Ummi: “Ummi mau tanya, kalo Shiddiq uda besar mau cari istri kayak apa?
Shiddiq: “Yang sholihah (seyum) yang cantik (senyum-senyum), yang jago masaknya dan bisa masak sosis, yang kaya, yang rumahnya besar kamarnya ada 13 dan kamar mandinya ada 14”
Ummi: “Waaaah atuh itu mah Shiddiq aja yang jadi anak pinter, jadi bisa cari uang dan bisa buatkan rumah yang besar buat istrinya, kok kamarnya banyak, memang anaknya mau berapa?”
Shiddiq: “12. I need a big house so every kids can have their own bed room“. Someday i wanna pick my wife by myself
Ummi: “Bener itu Shiddiq, terpenting shalihah, mau yang pinter juga gak?”
Shiddiq: “iya mau yang pinter, biar nanti bisa ngajarnya homeschooling kayak ummi sekarang”

Shafiyah dan Faruq yang tengah berada dalam kelas membaca mata pelajaran Islam pun tertawa-tawa mendengar jawaban Shiddiq”
Ummi: “Memangnya Shafiyah pengen suami yang kayak apa?”
Shiddiq: “Handsome…handsome….
Saya tak kuat menahan tawa sambil terheran dari mana anak-anak itu mengerti konsep cantik dan cakep.
Shafiyah: “Sholeh, mmmmm…….and handsome too. i want to have 10 kids. no..no actually 30 kids
Ummi: “aamiiin waaaaaah ummi bisa punya cucu seratus dong kalo semua anak ummi anaknya banyak”

Begitulah sepenggal diskusi dalam homeschooling kami yang memberi gelak tawa sekaligus mengajak saya merenung. Betapa fitrah seorang manusia itu memang menginginkan keindahan, kecantikan, kekayaan, dan kedudukan yang baik dimiliki oleh calon pasangan kita. Bahkan banyak pemuda-pemudi yang membutuhkan waktu yang lebih lama, lama, bahkan terlalu lama untuk menimbang apa yang terbaik bagi mereka. Tidak sedikit mereka yang membutuhkan waktu lebih lama itu karena berharap ke-empat aspek ini termuat dalam satu sosok pasangan kita. Ya Shalihah, ya cantik, ya kaya, dan dari keturunan yang terpandang.

Jika kecantikan menjadi faktor penentu kebahagiaan sebuah pernikahan, maka yang paling bahagia adalah pasangan para selebritis yang rupawan. Sayangnya, banyak sekali berita perceraian para selebritis yang menghiasi berita layar kaca. Banyaknya problematika rumah tangga yang dialami pasangan yang rupawan memberikan kesimpulan bahwa kecantikan pasangan bukanlah faktor utama yang dapat memberi kebahagiaan dan kepuasan, bahkan hal ini belum tentu menjadi penghalang bagi pasangannya untuk menahan diri dari bermaksiat kepada Allah. Kasus-kasus perselingkuhan yang diceritakan kepada saya pun banyak disampaikan oleh para ibu-ibu muda yang cantik jelita. Padahal mungkin bagi para lajang, kecantikan pasangan ini adalah sesuatu yang diharapkan dan dibanggakan. Padahal kebanyakan postur tubuh para ibu berubah saat kali pertama melahirkan anaknya. Kecantikan pun dapat memudar seiring dengan pertambahan usia.

Jika kekayaan dan kemapanan calon pengantin menjadi faktor penentu kebahagiaan sebuah pernikahan, maka yang paling bahagia itu pernikahan orang-orang yang sejahtera secara finansial. Tapi data menunjukkan angka perceraian di Amerika mencapai 50% padahal rata rata kehidupan mereka sangat sejahtera. Banyak juga kasus dimana cobaan finansial menimpa pasangan yang berumah tangga, kehilangan pekerjaan atau usaha yang gulung tikar. Sesuatu yang akan lebih berat dijalani bagi pasangan yang memiliki niat dan motivasi menikah karena harta. Tidak sedikit juga alasan istri yang meminta cerai saat finansial suami dalam keadaan yang tidak baik.

Kekayaan dan kedudukan orang tua calon pasangan yang mungkin menjadi harapan dan kebanggaan pun, tidak akan mampu mengangkat derajat sebuah keluarga jika pasangan yang kita miliki tidak memiliki etos kerja,keahlian dan kreatifitas yang bisa menjadi sumber mata pencaharian, kegigihan meraih cita, kesabaran merintis dari bawah, serta sifat qonaah yang membawa manusia untuk selalu bersyukur dalam apapun keadaanya. Hampir setiap rumah tangga baru yang memilih mandiri harus mau dan mampu melewati masa-masa sulit itu. Hanya orang-orang yang bersedia melewati masa-masa sulit yang akan mampu bertahan sampai kelak Allah mengkaruniakan kemampanan dan kesejahteraan.

Bagi kita yang saat ini sedang banyak menghadapi problematika rumah tangga. Mari kita sejenak mengok ke belakang adakah yang salah dalam niat awal saat kita menikah? Sebelum semakin jauh, sebelum semakin rumit, sebelum hancur dan kandas, mari kita perbaiki niat kita dan mengejar ketertinggalan kita. Mintalah pada Allah dalam perbaikan agama kita dan pasangan kita, mintalah pada Allah dalam perbaikan akhlak kita dan pasangan kita, mintalah perbaikan pada setiap lini kehidupan kita.

Maka teruntuk sahabat yang belum menikah, mencari pasangan sholih solehah yang baik akhlaknya adalah prioritas utama. Kekayaan, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, status sosial, bahkan frekuensi ibadah dan hafalan quran insya Allah bisa di upgrade atas ijin Allah. Namun tabiat buruk pasangan lebih sulit untuk dirubah meski bukan tidak mungkin atas ijin Allah. Sayangnya, frekuensi ibadah seseorang juga belum menjadi jaminan kebaikan akhlaknya. Namun manusia yang berakhlak baik insya Allah memiliki peluang yang besar untuk diajak menuju kebaikan termasuk meningkatkan frekuensi ibadahnya. Maka berhati-hatilah dalam memilih pasangan, libatkanlah Allah dalam memutuskan sebuah keputusan besar. Mintalah pada Allah kemudahan pada apa-apa yang melahirkan kebaikan di dunia dan akhirat meski beberapa harapan dan keinginan tak dapat terpuaskan dalam satu sosok pasangan.

Batu Jajar Jawa Barat
Dari seorang hamba yang sangat bersyukur atas pasangan yang Allah hadiahkan untuknya.

Sumber Tulisan:

Diceritakan oleh Kiki Barkiah melalui akun pribadi Facebooknya. Dengan beberapa perubahan redaksional.

Loading...
Tinggalkan komentar