Rumah Dibangun dari Jamur Tempe? Bisa! Hasil Kreativitas Anak Bangsa, MyCotech, Salut!

0 467

Siapa sih yang gak tahu tempe? Hampir semua rakyat Indonesia pasti menyukai tempe dan untuk konsumsi sehari-hari. Tetapi, di tangan beberapa pemuda yang tergabung dalam MyCotech ini, tempe menjadi sebuah inspirasi untuk menghasilkan bioteknologi yang sangat luar biasa!

Sekarang, membangun rumah / bangunan tidak lagi harus memakai batu bata, tetapi ada alternatif lain yaitu bahan material yang berasal dari jamur.

Ini benar-benar terjadi lho! Di tangan beberapa pemuda bangsa yang cerdas dan kreatif ini, mereka membuat terobosan teknologi untuk mengubah jamur yang kita kenal lembek, menjadi kokoh.

Siapa saja yang tergabung dalam tim MyCotech ini? Mereka adalah Adi Reza Nugroho, Robbi Zidna Ilman, Arekha Bentang, Annisa Wibi, Ronaldiaz Hartantyo.

Uniknya, teknologi yang berhasil dibuat oleh tim MyCotech ini berawal dari sebuah ketidaksengajaan.

Mereka pada awalnya sedang melakukan riset untuk membuat betaglukan dari jamur. Dan, tanpa sengaja mereka menemukan fakta menarik bahwa jamur bisa memperkuat media tanamnya itu sendiri (baglog).

MyCotech memang terinspirasi oleh tempe, makanan tradisional Indonesia. Tempe sebenarnya kedelai yang difermentasi dengan jamur Rhizopus spp.

Jamur menghasilkan serat putih halus yang mengikat kedelai, disebut miselia. Dengan kata lain, miselia putih berfungsi sebagai lem atau perekat di tempe.

Tim MyCotech mengembangkan jamur miselium menggabungkan dengan limbah pertanian yang berbeda yang bisa menghasilkan bahan miselium.

Penelitian pun dikembangkan. Diawali oleh rasa ketidakpercayaan, jamur bisa menjadi bahan material.

Namun keraguan itu sedikit hilang setelah riset panjang (2 tahun) dengan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.) Tim MyCotech berhasil membuat bio-komposit ini tanpa perekat sintetis kimia sedikitpun, membuat material ini aman dan tidak beracun.

Menariknya material ini terbuat dari limbah pertanian, dan petani Indonesia setiap tahunnya membuang 1,2 juta ton limbah pertanian. Teknologinya seperti membuat tempe, miselia atau putih-putih yang kita lihat di tempe sebetulnya perekat antar kedelai. Namun kita eksperimen lagi agar ‘tempe’ ini layak jadi material bangunan.

Setelah bootstraping (modal sendiri), selama 2016 – 2018 riset MyCotech akan didanai sekitar Rp 1.3 Milyar dari dana Riset Produktif LPDP kategori ‘Advance Material’ agar bisa naik kelas ke tahap komersialisasi.

MyCotech terus berinovasi dengan BPPT dengan skema joint research.

Bagaimana kisah mereka mengawali riset bio-teknologi ini?

Anggota tim MyCotech pada saat lulus kuliah memang nekat untuk usaha jamur Growbox. Meskipun minim pengetahuan akan jamur, usaha Growbox yang berbasis jualan jamur ini bisa menghasilkan.

Dari sana, muda-mudi luar biasa ini terus mempelajari tentang jamur dan habitatnya. Mereka semakin terkagum-kagum akan manfaat yang didapatkan dari jamur ini.

Bahkan, mikrologi dari Amerika Serikat, Paul Stamet, menyebutkan bahwa “jamur bisa menyelematkan dunia”.

Ini tidak salah. Karena jamur tidak hanya lezat untuk dikonsumsi, tetapi banyak fungsi dan manfaat yang bisa digunakan jika kita mengetahuinya.

Beberapa manfaat jamur diantaranya bio-etanol, bio-remediasi, baterai mobil listrik, dan tentu saja material bangunan. Inilah yang menginspirasi mereka untuk membuat startup technology tersebut.

Ada banyak kendala ketika mereka mulai mengembangkan teknologi ini. Diantaranya permodalan.

Berikut petikan curhat CEO MyCotech, Adi Reza Nugroho, di akun Facebook-nya:

Sebetulnya banyak tantangan selama kami mengembangkan teknologi ini. Setiap kali kami menyebut startup technology pasti semua orang mengasosiasikannya dengan teknologi berbasis IT atau digital.

Hingga pada suatu saat ketika kami pitching, kami ditanya “ini teknologinya dimana ya?” kemudian mereka memberi contoh startup lain yang hanya punya akun Instagram, Twitter, Facebook adalah startup teknologi sesungguhnya.

Antara gondok dan sedih karena mereka menyempitkan makna ‘teknologi’.

Karena sedang ramai investasi bombastis ke teknologi digital di Silicon Valley, kini orang berbondong – bondong investasi ke teknologi digital, dan e-commerce sudah menjamur jumlahnya di Indonesia.

Mereka tergiur dengan keberhasilan Amazon, Alibaba, dll yang jika divaluasi bisa mencapai milyaran dolar.

Namun sebetulnya bio-based material is future blockbuster menurut Ellen MacArthur Foundation. Beberapa Venture Capital (VC) di Amerika Serikat dan Uni Eropa sendiri mulai mengubah haluan investasi mereka ke bidang clean tech, advance material, bio-technology, sustainable product, life science.

Kami sempat mendata sebagian aktivitas 15 VC di bidang tersebut, ternyata portofolio investasi mereka dapat mencapai $ 4.8 Milyar (Rp 64 Triliun) , sedangkan masih ada ratusan VC dibidang tersebut.

Portofolio investasi terbesar Google Venture (GV) selama 2014 & 2015 (31 – 36%) adalah dalam bidang life scinces.

I’m very proud of our life science team here at GV, and this area will remain a key focus for us now and in the future. I can think of no more important mission than to improve human health and global quality of life. Everyone has a right to nutritious food, clean water, and the best medical care — and I believe our team can help by investing in the companies that will make that a reality.” Kutipan CEO Google Ventures.

Ternyata tren investasi di Silicon Valley mulai berubah.

Mungkin Indonesia masih jadi target empuk bagi penanam modal untuk menjadikan kita konsumen terbesar se-Asia no.3.

Secara tidak sadar kita dibuat konsumtif. Padahal kita memiliki potensi terbesar untuk menjadi bangsa yang mampu memberi nilai tambah atas kekayaan alam kita.

Mycotech masih seumur jagung, kami masih ketinggalan jauh dengan beberapa perusahaan material jamur di US. Beberapa sudah mendapat investasi $ 42 juta, nilai ini kecil sebetulnya dibanding perusahaan kayu imitasi dari beton yang diberi modal $ 52 juta untuk bikin pabrik di Cikarang.

Ketika kami studi banding kesana, teknologi mereka sudah dapat memproduksi material ini dengan skala massal. Bahkan, baru-baru ini IKEA bekerjasama dengan mereka untuk menggantikan setiap kemasan IKEA yang tidak ramah lingkungan.

Sebetulnya belum ada kata terlambat untuk kita mengembangkan teknologi ini. Jepang sendiri pasca perang dunia terinspirasi produk Eropa dan Amerika, alhasil mereka menguasai pasar, kini strategi itu diikuti Korea dan China.

Towards sustainable and independent Indonesia.
Mycotech replace ‘end-of-live’ concept with restoration, shift towards the use of renewable sources, eliminate of toxic chemical, which impair reuse and aims for the elimination of waste through the superior design of material.”

Untuk info lebih lanjut tentang kreativitas bioteknologi MyCotech ini, silahkan kunjungi website resmi mereka di www.mycote.ch

Loading...
Tinggalkan komentar