Setelah Rektor UNJ DO Sepihak Mahasiswanya, Muncul Petisi #SaveRonny Sebagai Bentuk Perlawanan

1 222

Beberapa hari ini, ramai beredar petisi di Change.org dengan hastag #SaveRonny #SahabatRonny #SaveUNJ untuk menolak kebijakan Rektor UNJ yang telah men-DropOut salah satu aktivitas mahasiswa, Ronny Setiawan.

Ronny yang juga menjabat Ketua BEM Universitas Negeri Jakarta ini, pada 5 Januari 2015, secara resmi telah dikeluarkan dari kampus Universitas Negeri Jakarta dengan surat bernomor 01/SP/2016 tentang Pemberhentian Sebagai Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta.

Apa yang menjadi alasan Rektor Universitas Negeri Jakarta, Prof. Dr. Djaali, mengeluarkan kebijakan kontroversial tersebut? Jika menilik dari informasi yang terdapat di petisi tersebut, Ketua BEM UNJ, telah melakukan tindak kejahatan yang didasarkan UU ITE, disertai penghasutan yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap ketentraman. Ronny juga dianggap telah mengirimkan surat bernada ancaman kepada Rektor Universitas Negeri Jakarta.

Kebijakan ini sebagai salah satu ekses dari sikap kritis Ronny dan jajaran BEM Universitas Negeri Jakarta, melalui demo-demo yang dilakukan sebelumnya, menyikapi berbagai kebijakan rektorat di kampus Universitas Negeri Jakarta.

Surat pemberhentian Ronny Setiawan dari kampus UNJ
Surat pemberhentian Ronny Setiawan dari kampus UNJ

Berikut kronologis lengkap tentang pemecatan Ronny sebagai mahasiswa versi Koordinator Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu:

Rabu, 23 Desember 2015, Mahasiswa FMIPA UNJ melakukan demonstrasi di kampus A UNJ. Inti tuntutan demonstrasi ketika itu adalah penolakan mahasiswa FMIPA UNJ atas rencana Rektorat UNJ yang akan memindahkan FMIPA dari kampus B ke kampus A UNJ. Mereka menolak kepindahan itu. Alasannya sederhana, fasilitas penunjang akademik dan organisasi di kampus A belum siap dan tidak memadai.

Rentang waktu antara tanggal 24 sampai 28 desember, muncul begitu banyak tulisan baik yang anonim maupun yang jelas penulisnya. Salah satunya adalah tulisan anonim yang berjudul “Almanak Kepemimpinan Rektor Djaali”, yang begitu vokal dalam mengkritik rektor UNJ. Informasi yang beredar begitu cepat tersebar kepada publik UNJ. Terlebih ditambah dengan postingan-postingan yang beredar di berbagai media sosial, seperti misal broadcast yang mendapat selebaran surat disposisi rektor UNJ terhadap salah satu mahasiswa di FIP yang mengajukan permohonan penurunan UKT. Permohonan itu ditolak oleh rektor UNJ, lalu disampaikan melalui disposisi rektor UNJ yang tertuliskan “UKT sudah hasil verifikasi FIP. Kalau tidak sanggup, bisa cuti atau menarik diri”. Opini yang beredar semakin menyebar di UNJ. Terlebih, permasalahan di UNJ yang memang sudah begitu banyak ketidakjelasannya, seperti: carut-marut dan tidak amannya perparkiran UNJ, simpang siurnya informasi mengenai pelaksanaan KKN dan beredar info dari salah satu fakultas bahwa KKN tidak didanai kampus selain uang kelompok yang besarannya 1 juta rupiah, pemutusan beasiswa PPA/BBM, perubahan BEM Jurusan ke BEM Prodi yang terkesan dipaksakan, kepindahan FMIPA UNJ, permasalahan dalam transparansi UKT dan tidak adanya alur yang jelas soal mekanisme penurunan UKT, dan menagih janji rektorat UNJ untuk mengadvokasi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen FIS UNJ.

Minggu, 27 Desember 2015, untuk meredam atas tidak fokusnya release dan tulisan yang beredar di media. Selaku komandan Green Force UNJ (tim aksi universitas), pukul 15.30 di BEM UNJ, saya (Ahmad Firdaus) berinisiatif mengumpulkan tim aksi fakultas se-UNJ dan mitra strategis BEM UNJ. Tujuannya adalah untuk berdiskusi, dan merumuskan beberapa isu strategis yang perlu dikawal ke depan. Setidaknya ada 7 fokus isu yang kala itu dibahas, seperti: Parkiran, UKT, KKN/KKL, FMIPA, Beasiswa, BEM Prodi, dan kasus pelecehan seksual oleh oknum dosen FIS. Pertemuan kala itu menyepakati bahwa ke depannya perlu diadakan diskusi lebih dalam perihal masalah-masalah itu dengan melibatkan berbagai elemen mahasiswa.

Senin, 28 Desember 2015, pukul 08.00 WIB, undangan FGD (Focus group Discussion) yang disebar atas nama Aliansi Tim Aksi se-UNJ dan Underbow BEM UNJ, yang berjudul “UNJ GAWAT DARURAT!” tersebar. Kami tujukan undangan itu untuk berdiskusi terfokus. Rencana FGD itu dilakukan pada selasa, 29 Desember 2015, di Pelataran IKK FT UNJ. Dari tulisan itu, kami mengundang berbagai elemen mahasiswa, seperti: Majelis Tinggi Mahasiswa UNJ, Ketua & Wakil Ketua BEM UNJ, Ketua & Wakil Ketua BEM UNJ Terpilih, Ketua BEM Fakultas se-UNJ, Ketua BEM Fakultas Terpilih se-UNJ, Ketua BEM Jurusan se-UNJ, Ketua BEM Jurusan Terpilih se-UNJ, Departemen Dalam Negeri BEM UNJ, Departemen Advokasi BEM se-UNJ, Departemen Sosial & Politik BEM se-UNJ, organisasi mahasiswa ekstra-kampus (HMI, KAMMI, GP, PMII, dll), LPM Didaktika & Gerakan #Adili Andri, serta seluruh mahasiswa UNJ.

Dan responnya, undangan tersebut mendapat respon luar biasa. Seluruh undangan tersebut mengkonfirmasi hadir. Tetapi, ada upaya penggembosan terhadap rencana FGD kami. Malam harinya, antara pukul 21.00-23.00, kami mendapat kabar secara serempak, seluruh ketua Lembaga OPMAWA (BEMF & BEMJ) di semua fakultas di UNJ mendapat undangan mendadak dari Dekanat Fakultas & jajarannya masing-masing untuk bertemu dengan mereka di pagi harinya, pukul 08.00. Tanpa diberitahukan ingin membicarakan apa. Kebetulan kah? Tidak. Terlalu sederhana jika itu kebetulan, tanpa ada “The Godfather” yang memberikan instruksi. Biasanya, menemui untuk minta tanda tangan proposal saja minta ampun susahnya, ada gerangan apakah hingga punya waktu khusus untuk berdialog dengan mahasiswa?

Padahal, niat kami pada sore itu hanyalah ingin berdiskusi, ingin berkumpul. Membicarakan permasalahan kampus. Berdialog penuh solusi. Tanpa ada sedikitpun niat untuk anarkis, berdemonstrasi apalagi akan membakar gedung rektorat. Kami tidak sepicik itu berpikir.

Selasa, 29 Desember 2015, pukul 08.00-12.00 WIB, pertemuan dengan dekanat dan jajarannya dilangsungkan. Kami diajak bertemu dengan dekanat fakultas masing-masing. Dan sudah bisa ditebak, ucapan semua dekan di tiap fakultas seragam. Surat undangan FGD tersebut dibacakan di hadapan yang hadir. Undangan FGD kami diartikan sebagai rencana demonstrasi. Inti dari pertemuan itu adalah: agar kami membatalkan FGD yang dilakukan sore harinya, dan di fakultas lain, meminta agar yang diundang untuk tidak memenuhi undangan yang dibuat Green Force & Tim Aksi se-UNJ. Kami menolak. Melalui tulisan berjudul “UNJ MASIH GAWAT DARURAT”, kami tegaskan bahwa FGD tetap akan terlaksana, apapun alasannya. Kami juga sempat menolak usulan dari dekanat FIS untuk menggunakan ruangan tertutup dalam pertemuan itu.

Selasa, 29 Desember 2015, pukul 15.00 WIB, “Focus Group Discussion: Mengurai Benang Kusut Kampus Pendidikan” dilaksanakan. Seperti dugaan. Diskusi kala itu membludak. Tercatat lebih dari 350 mahasiswa UNJ menghadiri forum itu. Semua yang hadir merasakan keresahan bersama. Disana mereka menyampaikan aspirasinya. Diskusi kala itu dibuat dengan beberapa kelompok-kelompok kecil sesuai fokus isu. Setidaknya ada 7 forum diskusi kecil: Parkiran, UKT, KKN/KKL, Perpindahan FMIPA, Beasiswa, BEM Prodi, dan kasus pelecehan seksual oleh oknum dosen FIS. Masing-masing isu itu ditunjuk koordinator masing-masing isu untuk memimpin diskusi kecil itu. Di akhir diskusi, setelah masing-masing koordinator menyampaikan sementara kajian, forum kala itu sepakat untuk membentuk gerakan kritis-solutif dalam ALIANSI MAHASISWA UNJ BERSATU.

Rabu, 30 Desember 2015, melalui perantara BEM Universitas Negeri Jakarta, kami atas nama Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu mengajukan surat permohonan audiensi kepada rektorat Universitas Negeri Jakarta. Tujuannya adalah untuk meminta penjelasan dan klarifikasi atas kebenaran isu yang beredar di kalangan mahasiswa Universitas Negeri Jakarta. Sekaligus meminta penjelasan terkait beberapa isu dalam kampus. Selagi mematangkan kajian, kami memberikan tenggat waktu hingga tanggal 5 Januari 2016 bagi rektorat Universitas Negeri Jakarta untuk memenuhi undangan tersebut.

Singkat cerita, rentang waktu antara tanggal 31 Desember 2015 – 03 Januari 2016 kami masih menunggu itikad baik dari rektorat Universitas Negeri Jakarta untuk memenuhi undangan diskusi dengan mahasiswa. Kami masih merespon positif bahwa rektorat Universitas Negeri Jakarta akan bersedia untuk bertemu dengan mahasiswanya. Namun, pada hari senin, 4 Januari 2016, Ronny Setiawan (Ketua BEM UNJ) mendapat surat pemanggilan orangtua. Surat itu meminta kesediaan orangtua Ronny Setiawan untuk memenuhi panggilan Rektor Universitas Negeri Jakarta pada selasa, 5 Januari 2016, pukul 09.00 WIB.

Hari ini, 5 Januari 2016, secara resmi, melalui surat bernomor 01/SP/2016 tentang Pemberhentian Sebagai Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, Rektor UNJ melakukan Drop Out terhadap Ronny Setiawan. Alasannya, Ronny dinilai telah melakukan tindak kejahatan berbasis Teknologi dan Penghasutan yang dapat mengganggu ketentraman dan Ronny dinilai telah menyampaikan surat kepada Rektor UNJ yang bernada ancaman (surat audiensi-red).

Menanggapi kekisruhan yang terjadi di Universitas Negeri Jakarta, berikut adalah sikap kami:

1. Menyayangkan sikap Rektor Universitas Negeri Jakarta yang telah bertindak sewenang-wenang membungkam dan mencoreng wajah demokrasi kampus.

2. Kami, Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu, menuntut Rektor Universitas Negeri Jakarta untuk mencabut surat bernomor 01/SP/2016 tentang Pemberhentian Sebagai Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta.

3. Kami menyerukan kepada seluruh mahasiswa Universitas Negeri Jakarta dan seluruh civitas akademika UNJ untuk tidak berdiam diri terhadap tindakan sewenang-wenang ini.

4. Kami menuntut Rektorat Universitas Negeri Jakarta untuk bertindak kooperatif dengan Aliansi Mahasiswa UNJ Bersatu dalam menyelesaikan kekisruhan yang terjadi di Universitas Negeri Jakarta.

5. Kami meminta pihak-pihak yang terkait, Komnas HAM & Kemenristekdikti RI untuk menindaklanjuti tindakan sewenang-wenang yang telah dilakukan Rektor Universitas Negeri Jakarta.

6. Kami akan terus bergerak untuk tetap mengawal isu dalam kampus Universitas Negeri Jakarta dan tidak akan pernah mundur dalam mengatakan kebenaran.

Tertanda,

Ahmad Firdaus

Koordinator Aliansi Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Bersatu

Salah satu Dosen Pendidikan Kimia Universitas Negeri Jakarta, juga ikut menanggapi kebijakan ini.

Rony mhs yg baik dan IPnya juga tinggi. Prodi Pendidikan kimia sangat bangga karena beliau dipercaya teman2nya menjadi ketua BEM UNJ. Namun secara mengejutkan tanpa meminta pertimbangan ketua Prodi pendidikan kimia Rony di DO karena alasan kejahatan berbasis teknologi dan penghasutan.

Saya sangat menyesalkan tindakan rektor yang tidak mengutamakan pendekatan edukatif dalam memecahkan kasus ini.

Saya akan mengajak dosen2 dan anggota senat mipa untuk melakukan advokasi agar Rektor dapat menjabut SK pemecatan yg dijatuhkan pada Rony agar yg mahasiswa pendidikan kimia dapat melanjutkan studi yg tinggal menyelesaikan tugas akhir. Semoga Allah membukakan hati pak Rektor untuk bijaksana dalam menyikapi permasalahan ini. Amien YRA.

Sukro Muhab, Dosen Pendidikan Kimia.

Juga muncul respon dari salah satu aktivis era 98, Fahri Hamzah, yang juga Wakil Ketua DPR RI menyikapi kebijakan Rektor Universitas Negeri Jakarta tersebut.

1. Rektor UNJ yth, Anda harus bangga punya mahasiswa yang kritis, karena itu pertanda nurani bangsa kita masih hidup. ‪#‎SaveRonny‬

2. Mungkin Pak Rektor tidak pernah jadi aktivis sehingga nurani tidak pernah diasah krisis.

3. Atau Pak rektor tidak pernah keluar dari dalam laboratorium atau perpustakaan kepada dunia nyata yg dinamis.

4. Menyesallah Pak rektor karena Anda tidak pernah menjadi demonstran seperti mahasiswa yg Anda pecat.

5. Menyesallah Pak rektor karena Anda bercokol lebih sebagai pejabat dari pada penjaga kebebasan akademis.

6. Tahukah Anda arti kebebasan akademik wahai Pak rektor?

7. Dunia akademik yang Anda pimpin harus dibebaskan dari tekanan apapun selain ilmu pengetahuan.

8. Sehingga dalam kampus tempat kebebasan berpikir kita semai tidak boleh ada simbol kekuasaan.

9. Dan kalau Rektor telah berubah menjadi simbol kekuasaan maka Rektor pun layak ditumbangkan!

10. Tapi Pak Rektor yth, Pagi ini, seperti pagi di setiap musim hujan ketika jakarta dan sebagian kota terancam banjir.

11. Pak Rektor telah membantu para aktivis mahasiswa bersemi bersama bunga pertanda awal musim kita.

12. Terima kasih Pak Rektor, Anda mengingatkan mereka ketika politik atau kekuasaan telah bersenyawa dengan para Ilmuan.

13. Ketika kebenaran telah dirampas dari ilmu pengetahuan.

14. Dan ketika semua menjadi kelam karena kebenaran tenggelam bersama dominasi kekuasaan.

15. Mungkin ini pertanda yang berulang dalam setiap perubahan besar. Bahwa kebenaran mesti diperjuangkan oleh keberanian.

16. Dan ketika semua telah menjadi mapan kita hanya punya satu pilihan yaitu mereka yang hidup dengan keberanian.

17. Dalam sejarah Indonesia, inilah yang muncul dalam setiap reformasi dan kemerdekaan.

18. Dan keberanian itu telah muncul bersama pemuda dan mahasiswa.

19. Seperti hari ini dan hari-hari mendatang.

20. Adalah hari-hari perjuangan!

21. Selamat berjuang teman2 mahasiswa. Tiada kata jera dalam perjuangan!

22. Allahuakbar, Merdeka!

Loading...
Tampilkan Komentar (1)