8 Golongan Penerima Zakat, Siapa Saja ya?

0 373

Siapa saja ya para penerima zakat yang berhak mendapatkan zakat dari kita untuk setiap zakat fitrah di bulan Ramadhan? Atau pun zakat maal, profesi / penghasilan?

Zakat salah satu kewajiban muslim / muslimah yang jika telah mencapai nisab dan memenuhi syaratnya.

Untuk pengertian lebih lengkap tentang zakat, kamu bisa mengeceknya disini.

Yang menarik adalah sebagian besar dari kita mungkin belum mengetahui dengan baik, siapa saja golongan orang yang berhak menerima zakat yang telah kita keluarkan tersebut.

Supaya gak penasaran, yuk kita bahas 8 golongan penerima zakat berikut ini:

1. Orang Fakir

Golongan pertama penerima zakat adalah orang fakir. Bagaimana kondisi orang yang bisa disebut fakir (melarat) tersebut?

Orang fakir adalah orang yang kondisi hidupnya teramat sengsara, tidak memiliki harta, serta sudah tak memiliki lagi tenaga lagi untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya.

Contoh orang fakir adalah jika kebutuhan dasar diri dan keluarganya 20 ribu rupiah, tetapi dia hanya memiliki penghasilan 4 ribu rupiah.

Fakir adalah orang yang membutuhkan tetapi tidak meminta-minta, sedangkan kebalikannya orang miskin adalah yang meminta-minta.

Maka, zakat itu wajib diberikan kepada orang fakir untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Yang diberikan pun sejumlah dana yang dapat mencukupi kebutuhannya.

Imam Syafi’i berpendapat bahwa dicukupi selama sepanjang hidupnya, sedangkan mazhab imam Maliki dan Hanafi dicukupi selama 1 tahun.

2. Orang Miskin

Golongan penerima zakat yang kedua adalah orang miskin. Orang miskin ini sedikit berbeda dengan orang fakir.

Orang miskin tidak melarat. Dia memiliki pekerjaan dan penghasilan, tetapi dalam keadaan kekurangan. Dia tak mampu memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya.

Sebagai contoh, orang miskin yang memiliki kebutuhan sebesar 20 ribu rupiah, tetapi dari penghasilannya di hanya mampu mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya sebesar 15 ribu rupiah.

Zakat wajib diberikan kepada orang miskin ini dengan tujuan sekedar untuk memenuhi kekurangan dari kebutuhan mendasar diri dan keluarganya.

3. Amiin

Siapa yang disebut sebagai amiin ini? Dia adalah orang yang memiliki amanah dan tanggung jawab dalam mengambil zakat dari para muzakki (pembayar zakat), lalu didistribusikan kepada penerima zakat (mustahiq).

Ini dilakukan untuk melengkapi personil (SDM) dan kebutuhan keuangan dalam pengelolaan zakat tersebut.

Siapa saja yang dapat dipekerjakan sebagai muzakki / amil pengelola zakat? Ini syarat-syarat yang harus dipenuhi:

  • Seorang muslim / muslimah
  • Berakal dan telah baligh
  • Memahami dengan baik hukum-hukum zakat yang menjadi tanggung jawabnya
  • Diperbolehkan mempekerjakan seorang muslimah dalam sebagian urusan zakat, terutama terkait dengan wanita sehingga tetap terjaga syarat-syarat syar’i-nya.

Para amil pengelola zakat ini mendapatkan kompensasi yang layak dan sesuai dari pekerjaannya tersebut. Tetapi tetap dilarang untuk menerima suap dan hadiah.

4. Para Mualaf

Golongan penerima zakat selanjutnya adalah para mualaf. Siapa mereka?

Mereka adalah para golongan orang yang sedang mendapatkan hidayah dan dilunakkan hatinya untuk memeluk agama Islam, atau memperteguh keIslamannya, atau orang yang mencegah keburukan sikap terhadap muslimin, atau membutuhkan dukungan dari muslimin.

Yang menjadi penentu hak para mualaf dalam urusan zakat ini adalah imam (kepala negara). Jika tak ada imam, diperbolehkan para pimpinan lembaga / organisasi Islam untuk mengambil alih peran ini.

5. Para Budak

Golongan penerima zakat selanjutnya adalah para budak. Siapa yang disebut sebagai para budak ini?

Zakat diperuntukkan untuk membantu para budak mukatab, yaitu seorang budak yang sedang mencicil pembayaran sejumlah uang tertentu untuk dibebaskan dari majikan agar hidup merdeka.

Merekalah orang yang berhak mendapatkan zakat.

Tetapi, di zaman yang sudah menghapuskan sistim perbudakan yang ada di berbagai belahan dunia, maka para budak sudah tidak ada lagi.

Menurut sebagian madzhab Hanbali dan Maliki, pembebasan tahanan muslim dari tangan musuh melalui uang zakat, masuk dalam kategori perbudakan.

Oleh karena itu, mustahik (penerima zakat) dari golongan ini akan tetap ada selama masih berlangsung perang antara muslimin dan musuh-musuh Allah.

6. Gharimin (Orang yang Berhutang)

Golongan penerima zakat yang keenam adalah Al-Gharim. Siapa mereka? Yaitu orang-orang yang memiliki hutang dan tak memiliki kemampuan untuk membayarnya.

Secara garis besar, ada 2 orang yang termasuk dalam Al-Gharim ini, yaitu:

1. Al-Gharim kepentingan dirinya sendiri

Yaitu orang-orang yang memiliki hutang untuk menutup kebutuhan mendasar (primer) secara pribadi atau yang menjadi tanggungjawabnya, seperti pernikahan, makan, rumah, perabotan.

Atau orang yang sedang terkena musibah sehingga kehilangan seluruh hartanya dan terpaksa berhutang. Mereka berhak mendapatkan zakat dengan syarat:

  • Hutangnya dengan tujuan untuk mentaati Allah atau untuk perbuatan yang mubah
  • Sedang membutuhkan dana / uang untuk bayar hutang
  • Hutang jatuh tempo saat itu juga atau pada tahun tersebut.
  • Tagihan hutang ditujukan kepada sesama manusia, maka hutang kifarat tidak digolongkan jenis ini, karena tak seorangpun yang dapat menagihnya.

2. Al-Gharim untuk kemaslahatan umat / orang lain

Yaitu orang-orang yang berhutang dengan tujuan untuk kebaikan orang lain, seperti mendamaikan 2 orang muslim yang berselisih, sehingga membutuhkan dana untuk meredam kemarahannya tersebut.

Jadi, siapapun yang telah keluar dana untuk maslahat umat dan diperbolehkan secara Islam, dan karenanya dia berhutang, dia berhak mendapatkan bantuan pelunasan dari dana zakat.

Menurut madzhab Maliki, dana zakat diperbolehkan untuk membayar hutang mayit (orang yang telah meninggal), karena gharim mencakup yang masih hidup dan telah meninggal.

Ini didasarkan pada salah satu hadits Nabi berikut:

Nabi bersabda, “Aku adalah yang terdekat pada seorang mukmin daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka itu untuk ahli warisnya; dan barangsiapa yang meninggalkan hutang atau kehilangan, maka kepadaku dan kewajibanku.” (muttafaq alaih).

7. Fi Sabillillah

Golongan selanjutnya sebagai penerima zakat adalah golongan orang-orang fi sabilillah. Siapa mereka?

Salah satu ulama yaitu Ibnul Atsir berpendapat bahwa kata Sabilillah memiliki konotasi umum, yaitu orang-orang yang bekerja dengan ikhlas dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

Orang yang melaksanakan kewajiban, sunnah, dan berbagai kebaikan lainnya. Jika diucapkan, maka kata tersebut merujuk pada makna jihad. (Kitab An-Nihayah Ibnu Atsir)

Sedangkan menurut empat madzhab, telah sepakat bahwa jihad memang termasuk dalam makna fi sabilillah, dan zakat diberikan kepada para mujahidin.

Kesimpulan yang terkuat dari firman Allah “fi sabilillah” adalah jihad yang sesuai dengan kesepakatan jumhurul ulama.

Jihad pada masa sahabat dan ulama setelahnya, terbatas pada kondisi saat berperang. Sedangkan jihad di zaman sekarang, memiliki tampilan yang bermacam-macam dalam menegakkan agama Allah, melindungi kaum muslimin, dan menyampaikan dakwah.

8. Ibnu Sabil

Golongan terakhir yang termasuk dalam penerima zakat adalah Ibnu Sabil. Siapa ya yang disebut sebagai Ibnu Sabil ini?

Orang-orang yang melakukan perjalanan (musafir) dan kehabisan dana di negara lainnya, walaupun dia termasuk orang berkecukupan di negaranya sendiri.

Sehingga orang-orang ini berhak mendapatkan zakat sejumlah biaya yang dapat mengantarkan pulang kembali ke negerinya, meliputi perbekalan dan ongkos perjalanan.

Syarat-syarat Ibnu Sabil yaitu:

  • Perjalanan yang dilakukan bukan dengan tujuan maksiat, hanya perjalanan mubah dan sunnah.
  • Dia membutuhkan dana di tempat / wilayah dia kehabisan biaya.
  • Madzhab Maliki sebagian memberikan syarat bahwa tidak ada yang memberikan pinjaman dan kesanggupan untuk membayarnya.

Itulah kedelapan orang yang termasuk golongan penerima zakat. Sudah selayaknya kita mengetahuinya agar dalam membayar zakat kita juga memahami kemana penyaluran dana zakat tersebut.

Loading...
Tinggalkan komentar